Selasa, 10 Maret 2015

BATAS

"Sebenarnya ada apa denganmu dan dia?" Aku mencoba bertanya dengan sabar. Tapi dia terlalu larut dalam amarahnya sendiri.

"Dia menyakitiku!" Desisnya tajam. Seperti desis ular yang siap menyemburkan bisa.

"Kau mendendam."

"Tentu saja!"

"Dan tampaknya kau bukan tipe orang yang penuh belas kasihan."

Mendengar itu, dia langsung menatapku tajam. Seakan tak setuju dengan pendapat itu. "Dengar, aku dulu adalah seorang lelaki yang penuh belas kasihan. Tapi setiap orang punya batasan kan?! Iya kan?! Dan dia...dia menekanku hingga batas itu!"

Amarahnya kian mengental, hingga membuat setiap kata yang diucapkannya bergetar. Aku hanya bisa menghela nafas. "Kau timpakan seluruh kesalahan padanya..."

"Karena semua kesalahan memang ada padanya!!!" Kali ini dia berteriak. "Dia menyakitiku!! Dia mengkhianatiku!! Dia menghancurkan seluruh cintaku kepadanya!!! Dia..."

"Cukup! Aku mengerti! Tenanglah, sobat." Aku memotong ucapannya sebelum dia meluap dan mulai menangis.

Tapi terlambat. Air mata mulai menggenangi matanya. Isakan itu mulai terdengar dari mulutnya. Tubuhnya tersimpuh. Amarah mulai membuatnya kelelahan.

Aku jadi tak tega melihatnya. Jadi kuputuskan untuk melangkah mendekat dan mengelus pundaknya. "Hei dengar, kau jangan menangis. Semuanya sudah terjadi. Dan kau tahu, aku ada di sini untuk memberimu bantuan. Jadi jangan buat diriku menganggur dan melihatmu menangis seperti ini. Sekarang katakan, apa yang bisa aku lakukan untukmu?"

Butuh beberapa saat sampai dia menghabiskan isakannya.

"Bersihkan saja tempat ini." Ucapnya dengan tangis yang tinggal sisa-sisa. "Bersihkan darahnya dan buang potongan mayatnya ke tebing di belakang."

Aku hanya mengangguk dan mulai melakukannya.

4 komentar:

  1. Hai hai, aku datang lagi :)

    Ok, twist-nya benar-benar tidak terduga namun dari awal hingga akhir sama sekali nggak ada clue. Paling cuma bahwa si cewek menekannya sampai batas. Twist yang bagus menurutku yang bisa merangkai clue untuk membentuk ending yang tidak terduga sampai pembaca bilang, "oh jadi gitu, keren banget!"

    dan lagi, hmm, ending pembunuhan itu udah terlalu mainstream.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai, mas Fatoni...glad to see you again,

      Setuju tentang twist dan clue. Tapi, honestly, kemampuan saya belum nyampe untuk menyisipkan clues ke dalam cerita berbentuk Flash Fiction yang relatif amat sangat terbatas.

      Dan untuk FF di atas,ketika saya menulisnya, saya lebih membayangkan kepada sebuah puzzle. Jadi saya mengarahkan pembaca untuk berfikir "ngomongin apa sih mereka?" lalu "Oh, soal si A lagi ada masalah sama pacarnya dan si B dengerin curhatnya..". Dan memang seperti itu adanya. Cuma yang tidak pembaca tahu, bahwa sudah ada potongan tubuh di sana. Jadi memang bukan soal clue, tapi lebih berat ke alurnya.

      Pembunuhan adalah ending mainstream? Ehmm, in this case, saya setuju. Tapi kalau secara umum saya gak setuju, heheheee...pembunuhan itu adalah obyek yang selalu menarik untuk di bahas, tinggal kita mengolah ceritanya gimana...

      Hapus
  2. waaaaaa, cadas nih maaas. hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sekali sudah baca-baca...

      Btw, saya juga udah intip-intip di blog kamu. Keren-keren! Keep writing yaaaa... :))

      Hapus