Senin, 23 Maret 2015

CERITA NENEK

Setiap pukul sembilan lewat sepuluh menit pagi tepat, nenekku selalu menyempatkan beberapa menit waktunya untuk mengatupkan tangan dan berdoa. Awalnya aku tak tahu apa maksudnya dan aku sendiri masih enggan untuk bertanya. Namun semakin lama aku melihat rutinitas itu dilakukannya setiap pagi dan di waktu yang tepat sama, rasa penasarankupun tak lagi bisa ditahan.

"Sembilan lewat sepuluh menit..." Gumam nenekku ketika aku bertanya kepadanya. "Di jam itu aku harus selalu berdoa kepada tuhan."

Aku tak terlalu percaya dengan tuhan, tapi karena rasa ingin tahuku yang begitu besar akupun terus bertanya kepada nenek.

"Lima puluh tahun lalu, aku bekerja di sebuah kedai kopi milik tuan Milestone. Gajinya tidak seberapa, tapi kami dituntut untuk selalu datang tepat waktu dan bekerja dengan penuh dedikasi."

Lima puluh tahun lalu? Wow, bahkan aku berfikir kedai kopi itu sekarang sudah tutup.

"Dan aku adalah termasuk pekerja yang sangat disiplin. Aku tak pernah telat atau salah menulis pesanan selama bekerja di sana. Kecuali pada satu hari...ya hari itu..."

Aku semakin penasaran. Kuberondong nenek dengan pertanyaan; Ada apa hari itu?

"Aku tak tahu apa yang salah dengan diriku. Tapi yang jelas aku bangun setengah jam lebih telat daripada yang seharusnya. Sebagai seorang karyawati yang memiliki reputasi bagus di tempatku bekerja dan terbiasa datang tepat waktu, tentu saja aku langsung kalang kabut. Aku tak mau merusak hariku."

Nenek menghela nafas tuanya sejenak. Aku menunggu dengan tidak sabar.

"Kedai tuan Milestone buka pukul sembilan. Dan, tanpa bisa dihindari lagi, aku telat. Sepuluh menit! Sepuluh menit, yang jelas akan merusak reputasiku."

Oh, tentang rasa bersalah di masa lalu? Tidak menarik. Jadi dia berdoa setiap pukul sembilan lewat sepuluh menit setiap harinya, hanya untuk meminta maaf kepada tuhan atas rusaknya reputasi yang dimiliki nenek? Tidak menarik.

"Ketika aku masuk, kedai masih sepi. Hanya ada satu pengunjung di pojok sana yang tampaknya sedang menunggu pesanan. Dan tuan Milestone, dia berdiri di tempatnya, memandangku dengan ekspresi menahan kekecewaan."

Ternyata cerita nenekku belum selesai.

"Dia lalu menyuruhku mendekat dan sedikit menegurku. Sedikit namun keras. Dia lalu menunjuk pengunjung pertama kami tadi, dan menyuruhku membawa nampan sambil meminta maaf karena pesanannya datang terlambat. Aku menurut saja, toh itu semua memang kesalahanku. Jadi kuantarkan saja pesanan si pengunjung tanpa protes."

Lalu, apa hubungannya dengan berdoa?

"Karena aku ingin mensyukuri pukul sembilan lewat sepuluh menit itu, cucuku. Karena aku ingin selalu mensyukuri ketelatanku berangkat ke kedai kopi hari itu. Aku tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika aku datang tepat waktu, dan langsung menuju dapur. Membuatkan pesanan sepanjang hari tanpa diberi hukuman untuk mengantarkan pesanan."

Apa maksudnya?

"Aku membawa nampan berisi kopi hitam dan kentang goreng pesanannya. Dan dia menatapku, matanya indah sekali. Bahkan aku sempat hilang fokus untuk beberapa saat. Kau tahu, setelah itu kami sedikit mengobrol. Aku meminta maaf dan menanyakan siapa namanya. Nama pelanggan itu adalah James. James Elliot."

James Elliot??!!

"Ya, James Elliot. Mendiang kakekmu. Hari itu, pukul sembilan lewat sepuluh menit, aku bertemu dengannya untuk pertama kali."

1 komentar: