Selasa, 02 Juni 2015

SEBELUM KAMI SEMUA PERGI

Semuanya telah mencapai tahap akhir. Meninggalkan Bumi dan pergi menuju dunia baru yang kami sebut sebagai Euroworld. Dunia baru, tempat dimana peradaban manusia akan berlanjut setelah Bumi tak lagi layak huni.

"Proses eksodus sudah berjalan 80%. Kita harus segera menyelesaikan sisanya dan pergi dari tempat terkutuk ini. Waktu kita tidak banyak." Ucap Kapten Dominus kepada kami semua.

"Ya, waktu memang tak banyak tersisa. Rencana pemindahan Ka’bah untuk keperluan proyek Mekkah Baru di Euroworld adalah kendala terbesar." Aku memberikan laporan kepada Kapten.

Dan kulihat Kapten mendesah tak sabar seusai mendengarnya. "Apa masalahnya?"

"Tim menghadapi perlawan dari beberapa Umat Muslim ketika kami berupaya mengangkat dan memindahkan Ka’bah. Mereka berdalih bahwa apa yang kami lakukan adalah penghinaan terhadap agama dan Tuhan mereka." Aku menjawab sambil membaca data yang kupegang.

"Mereka adalah kelompok yang menolak pindah ke Euroworld. Bagi mereka, bumilah yang diciptakan Tuhan untuk manusia. Dan proyek eksodus ini melangkahi kehendak Tuhan. Bagi mereka, Euroworld dan apapun yang berhubungan dengannya, adalah penistaan." Salah seorang temanku menimpali.

"Aku mengerti. Tapi ada lebih banyak Umat Muslim yang telah pindah dan memutuskan untuk meneruskan hidup di Euroworld. Mereka ini membutuhkan Kiblat untuk keperluan ibadah mereka." Temanku yang lain ikut ambil bicara.

"Sudah!" Kapten Dominus membuat kami terdiam. "Waktu semakin sempit. Kita tak bisa memaksa para Ortodoks untuk ikut dengan kita. Biarkan gas metana memakan orang-orang keras kepala itu. Yang harus kita pikirkan sekarang adalah Umat Muslim di Euroworld yang sudah menunggu Ka’bah untuk diletakkan di Mekkah Baru."

Ada jeda sejenak.

"Tak ada pilihan lain. Vitali, Marylin, dan Hiroshi, lanjutkan proyek pemindahan Ka’bah. Danny, Allan, Tama...ambil tindakan militer jika diperlukan, untuk kelancaran proses pemindahan."

Kami semua mengangguk menjawab perintah tersebut.

"Dunia baru, ternyata memang hanya cocok bagi mereka yang berani melangkah maju dan melupakan masa lalu." Tutup Kapten Dominus sembari meninggalkan ruangan.


Catatan:
  1. FlashFiction ini diikutsertakan dalam Writing Prompt #79 di grup Monday FlashFiction
  2. Jumlah kata : 295

5 komentar :

  1. Seperti memakan nanas yang belum tuntas dikupas: nyangkut di leher, nggak selesai ditelan. :)
    Aku penasaran, apa penyebab manusia harus pindah dari bumi? Ya, penulis bilang "setelah bumi sudah tak lagi layak huni". Tapi buatku masih kurang jelas alasannya. Dan ujung kisah seperti lepas begitu saja, tak meninggalkan kesan. Tak ada puntiran.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karena memang bukan itu poin yang ingin saya angkat. Bukan tentang apa penyebab bumi tak lagi layak huni (walaupun bayangan saya karena gas metana seperti yang sedikit saya tulis di atas). Distopia dan eksodus umat manusia dari bumi hanyalah "Latar" dari poin yang ingin saya angkat. Dan karena ini FF (jumlah katanyapun terbatasi pula) maka saya tak punya cukup banyak ruang untuk mendeskripsikan latar dari cerita saya sendiri.

      Untuk ending yang "tak ada puntiran", karena saya memang sengaja tak memuntir endingnya. No twist, no surprise. Semuanya terjabar dengan jelas dan kalimat terakhir adalah poin dari cerita ini. Karena memang tujuan cerita ini bukan untuk mengejutkan pembacanya, tapi mengajak kita semua untuk merenungi apa makna dari berani melangkah maju.

      Terima kasih sudah membaca nanas saya. Terima kasih juga sudah memberikan komentar :))

      Hapus